Mengapa seorang bocah bisa tumbuh menjadi 'anak nakal'? Bisa jadi, tanpa disadari, tindakan orangtua justru yang membentuk abjad si kecil menjadi negatif. Secara psikologis, anak tidak akan tumbuh menjadi badung apabila mendapatkan perhatian dan pola asuh yang seimbang dari ayah dan ibunya.
"Selama ini, kita memang diajarkan bahwa ibu berperan sebagai provider dan ayah lebih ke mencari uang. Fungsi itu ternyata tidak baku, bisa saja berbalik; ketika ibu yang bekerja, ayah yang menjadi provider," kata psikolog klinis Kasandra Putranto yang kutip dari lifestyle.bisnis.com (15/12/16).
Dalam tumpuan didik anak, Kasandra beropini sebaiknya orangtua menghilangkan tumpuan pikir bias wacana fungsi gender bahwa sosok ayah lebih kaku dan kiprah mengasuh anak hanya ditumpukan pada ibu semata. Ketika sosok ayah hadir dalam perkembangan anak bisa menciptakan anak tumbuh lebih lengkap dan maksimal.
"Ketika sosok ayah hadir dalam perkembangan anak, ternyata anak tersebut bisa tumbuh lebih lengkap dan maksimal dibandingkan jikalau fungsi pengasuhan ayah itu tidak ada dan hanya ditumpukan sepenuhnya pada salah satu pihak," tegasnya.
Psikolog Universitas Indonesia, Rini Hildayani beropini sama. Dia menyampaikan anak yang diasuh secara seimbang dan proporsional oleh kedua belah pihak orangtuanya semenjak dini biasanya mempunyai kemampuan kognitif lebih tinggi. Anak berubah menjadi individu yang bisa mencari solusi permasalahan dengan cara yang lebih baik. Bukan dengan cara pintas atau pikiran pendek menyerupai melaksanakan kekerasan.
"Dalam mengasuh anak, kedua belah pihak orangtua harus menumbuhkan ikatan emosional yang berpengaruh dengan buah hatinya. Dengan demikian, korelasi antara suami dan istri akan lebih hangat dan terbuka, dan ini akan berdampak positif bagi tumbuh kembang anak." kata Rini.
Seorang anak yang badung di sekolah biasanya merefleksikan kurangnya perhatian dan kasih sayang yang beliau terima dari lingkungan keluarganya di rumah. Itulah mengapa, beliau berusaha mencari perhatian di sekolah dengan cara berbuat onar.
Saat beliau dijahili atau menjadi korban bullying di sekolah, jalan yang diambilnya pun tak jarang yaitu melalui balas dendam. Sebab, mungkin di rumah beliau terbiasa dengan bentuk-bentuk kekerasan, seperti; kekerasan ekonomi (kemiskinan), fisik, atau verbal.
Jika tidak ada kendali atau perhatian yang seimbang dari kedua belah pihak orangtua, belum dewasa juga rentan terjerumus ke dalam pergaulan yang salah. Biar bagaimanapun, keluarga tetap harus menjaga fungsinya sebagai benteng bagi pergaulan anak.
Anak badung tidak melulu dipicu oleh kurangnya perhatian atau kasih sayang yang penuh dari kedua orangtua. Dalam beberapa kasus, seorang anak yang menciptakan ulah justru dipicu oleh perhatian berlebihan dengan cara yang salah dari orangtuanya.
Banyak orangtua yang menawarkan perhatian dengan cara yang salah pada anaknya. Menurut Psikolog Jagadnita Consulting Clara I. Kriswanto, orangtua memberi perhatian justru pada ketika anak berbuat salah. Misalnya, menuruti harapan anak ketika beliau tantrum di mal.
"Anak akan menerima presepsi bahwa jikalau ingin menerima perhatian, beliau harus berbuat nakal. Jadi, berikanlah perhatian pada ketika yang tepat, yaitu ketika anak melaksanakan hal yang baik. Perhatian yang salah akan menciptakan anak menjadi langsung yang tak taat aturan," terang Clara.
Advertisement