Info Terbaru 2022

Membela Negara Berbekal Budaya

Membela Negara Berbekal Budaya
Membela Negara Berbekal Budaya
 Membela negara tak selalu identik dengan berseragam loreng Membela Negara Berbekal Budaya

Membela negara tak selalu identik dengan berseragam loreng, mengangkat senjata dan bertempur. Berbahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan salah satu bentuk dari bela negara. Selain itu berperilaku santun dan berbudaya juga sanggup dikategorikan sebagai sikap yang menjunjung tinggi nilai-nilai patriotisme. Hal itu diungkapkan oleh anggota dewan perwakilan rakyat Dedi Gumilar alias Miing ketika memperlihatkan pembekalan pada Kongres Himpunan Sekolah Asrama Indonesia di SMAT Krida Nusantara beberapa waktu kemudian (PR, “08/05/2017”). Menurutnya, budaya tidak selalu berarti kesenian, namun juga cara berpikir seseorang dalam memandang sebuah persoalan.

Apa yang disampaikan oleh mantan pelawak tersebut memang bukan tanpa alasan. Degradasi moral di kalangan cukup umur merupakan duduk kasus utama yang ketika ini dihadapi oleh bangsa yang telah lebih dai 71 tahun merayakan kemerdekaannya tersebut. Berdasarkan laporan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), banyak sekali duduk kasus menyerupai seks bebas, alkohol dan Narkoba kerap kali mengintai para cukup umur yang sedang dalam proses tumbuh kembang itu. Selain itu ujaran kebencian (di media sosial) pun nampaknya semakin sulit dijauhkan dari cukup umur yang juga dikenal sebagai generasi digital (digital native) ini. Berbagai permasalahan tersebut muncul seiring dengan masa transisi yang dialaminya.

Beragam upaya bergotong-royong telah dilakukan oleh pemerintah melalui pihak sekolah untuk mendorong cukup umur supaya berperilaku positif. Sejak tahun 2015 kemudian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan sebuah jadwal yang diberi nama Program Penumbuhan Budi Pekerti (PPBP). Program yang berorientasi pada pembentukan abjad siswa tersebut dibutuhkan bisa mengatasi permasalahan degradasi moral serta lunturnya rasa cinta tanah air (nasionalisme) yang ketika ini tengah menjangkiti generasi muda kita. Dalam hal ini sekolah berperan sebagai ujung tombak dalam upaya menghidupkan kembali semangat kebhinekaan serta menanamkan pendidikan abjad kepada penerima didiknya.

Baca: Menanamkan Budaya Daerah Pada Anak Sekolah Dasar

Adapun bentuk kegiatan wajib untuk menunjang jadwal tersebut antara lain pelaksanaan upacara bendera pada hari senin, menyanyikan lagu Indonesia Raya ketika hendak memulai pelajaran, serta membiasakan membaca buku selama 15 menit setiap hari. Selain itu menanamkan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pun menjadi bab tak terpisahkan dari upaya pembentukan karakater siswa. Melalui banyak sekali kegiatan tersebut, dibutuhkan akan lahir siswa-siswa yang mempunyai kebijaksanaan pekerti luhur sehingga mereka bisa menjadi bab dari solusi atas banyak sekali duduk kasus yang ada di masyarakat.

Sayangnya, jadwal yang digadang-gadang bisa melahirkan generasi unggul berkarakter tersebut nyaris tak terdengar lagi. Pergantian pucuk pimpinan di tingkat Kementerian nyatanya besar lengan berkuasa terhadap program-program yang tengah dijalankan. Alih-alih melanjutkan jadwal yang ada, pimpinan yang gres justru memberlakukan kebijakan gres yang juga tidak dijamin keberlangsungannya di masa yang akan datang.

Di tengah ketidakmampuan pemerintah dalam membuat lingkungan bagi tumbuh kembangnya insan-insan yang berbudaya, peran guru sebagai garda terdepan dalam upaya pembentukan abjad anak menjadi sebuah keniscayaan. Guru dibutuhkan bisa memposisikan dirinya sebagai “penunjuk jalan” atau kompas moral bagi anak didiknya dalam berperilaku. Datang ke sekolah sempurna waktu, senantiasa berbicara dengan bahasa yang baik dan benar serta tidak merokok di lingkungan sekolah merupakan sikap yang harus ditunjukkan oleh guru di hadapan murid-muridnya. Selain itu berupaya meningkatkan kompetensinya melalui bacaan-bacaan yang sesuai dengan bidangnya juga perlu dilakukan oleh guru dalam rangka menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan serta memahami perbedaan abjad penerima didik. Dengan demikian, cita-cita akan lahirnya generasi yang berakal dan berakhlak mulia pun sanggup benar-benar terwujud.

*) Ditulis oleh Ramdan Hamdani. Guru SDIT Alamy Subang, Jawa Barat.
Advertisement

Iklan Sidebar

Adsense 728x90